Melebur
dosa dengan taubat yang tulus
Setiap hamba pasti pernah terjerumus
dalam dosa bahkan juga dosa besar. Mungkin saja seseorang sudah terjerumus
dalam kelamnya zina, membunuh orang lain tanpa jalan yang benar, pernah menegak
arak (khomr), atau seringnya meninggalkan shalat lima waktu padahal
meninggalkan satu shalat saja termasuk dosa besar berdasarkan kesepakatan para
ulama. Inilah dosa besar yang mungkin saja di antara kita pernah terjerumus di
dalamnya. Lalu masihkah terbuka pintu taubat? Tentu saja pintu taubat masih
terbuka, ampunan Allah begitu luas.
Sebuah hadits yang patut jadi
renungan , Anas bin Malik menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda, Allah Ta'ala berfirman,
قَالَ اللَّهُ يَا ابْنَ آدَمَ
إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِى وَرَجَوْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلاَ
أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ
اسْتَغْفَرْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ وَلاَ أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ
أَتَيْتَنِى بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِى لاَ تُشْرِكُ بِى
شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً
”Wahai anak Adam, sesungguhnya
jika engkau menyeru dan mengharap pada-Ku, maka pasti Aku ampuni dosa-dosamu
tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya dosamu membumbung tinggi hingga
ke langit, tentu akan Aku ampuni, tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam,
seandainya seandainya engkau mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi dalam
keadaan tidak berbuat syirik sedikit pun pada-Ku, tentu Aku akan mendatangi-Mu
dengan ampunan sepenuh bumi pula.” (HR. Tirmidzi no. 3540. Abu Isa
mengatakan bahwa hadits ini ghorib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih)
Jika Bertaubat, Setiap
Dosa Akan Diampuni
Hadits di atas menunjukkan bahwa
Allah benar-benar Maha Pengampun. Setiap dosa –baik dosa kecil, dosa besar,
dosa syirik bahkan dosa kekufuran- bisa diampuni selama seseorang bertaubat
sebelum datangnya kematian walaupun dosa itu sepenuh bumi. Hal ini dikuatkan
pula pada ayat dalam Al Qur’an, Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ
أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ
اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah: "Hai
hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah
kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Az Zumar: 53).
Ibnu Katsir mengatakan, ”Ayat yang
mulia ini berisi seruan kepada setiap orang yang berbuat maksiat baik kekafiran
dan lainnya untuk segera bertaubat kepada Allah. Ayat ini mengabarkan bahwa
Allah akan mengampuni seluruh dosa bagi siapa yang ingin bertaubat dari
dosa-dosa tersebut, walaupun dosa tersebut amat banyak, bagai buih di lautan. ”[1]
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah
akan mengampuni setiap dosa walaupun itu dosa kekufuran, kesyirikan, dan dosa
besar (seperti zina, membunuh dan minum minuman keras). Sebagaimana Ibnu Katsir
mengatakan, ”Berbagai hadits menunjukkan bahwa Allah mengampuni setiap dosa
(termasuk pula kesyirikan) jika seseorang bertaubat. Janganlah seseorang
berputus asa dari rahmat Allah walaupun begitu banyak dosa yang ia lakukan
karena pintu taubat dan rahmat Allah begitu luas.”[2]
Seseorang Yang
Melakukan Dosa Berulang Kali
Mengenai hal ini, cobalah kita
renungkan dalam hadits berikut. Dari Abu Huroiroh, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda yang diceritakan dari Rabbnya ‘azza wa jalla,
أَذْنَبَ عَبْدٌ ذَنْبًا فَقَالَ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى ذَنْبِى. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَذْنَبَ عَبْدِى
ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ.
ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ فَقَالَ أَىْ رَبِّ اغْفِرْ لِى ذَنْبِى. فَقَالَ
تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَبْدِى أَذْنَبَ ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا
يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ. ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ فَقَالَ أَىْ
رَبِّ اغْفِرْ لِى ذَنْبِى. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَذْنَبَ عَبْدِى
ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ
وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكَ
“Ada seorang hamba yang berbuat dosa
lalu dia mengatakan ‘Allahummagfirliy dzanbiy’ [Ya Allah, ampunilah
dosaku]. Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia
mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap
perbuatan dosa’. (Maka Allah mengampuni dosanya), kemudian hamba tersebut
mengulangi lagi berbuat dosa, lalu dia mengatakan, ‘Ay robbi agfirli dzanbiy’
[Wahai Rabb, ampunilah dosaku]. Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat
dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan
menghukumi setiap perbuatan dosa’. (Maka Allah mengampuni dosanya), kemudian
hamba tersebut mengulangi lagi berbuat dosa, lalu dia mengatakan, ‘Ay robbi
agfirli dzanbiy’ [Wahai Rabb, ampunilah dosaku]. Lalu Allah berfirman,
‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang
mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa. Beramallah sesukamu,
sungguh engkau telah diampuni.”( HR. Muslim no. 2758). An Nawawi dalam Syarh
Muslim mengatakan bahwa yang dimaksudkan dengan ‘beramallah sesukamu’
adalah selama engkau berbuat dosa lalu bertaubat, maka Allah akan
mengampunimu.
An Nawawi mengatakan, ”Seandainya
seseorang berulang kali melakukan dosa hingga 100 kali, 1000 kali atau lebih,
lalu ia bertaubat setiap kali berbuat dosa, maka pasti Allah akan menerima
taubatnya setiap kali ia bertaubat, dosa-dosanya pun akan gugur. Seandainya ia
bertaubat dengan sekali taubat saja setelah ia melakukan semua dosa tadi,
taubatnya pun sah.”[3]
Ya Rabb, begitu luas sekali rahmat
dan ampunan-Mu terhadap hamba yang hina ini …
Bertaubatlah yang Tulus
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا
تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا
“Hai orang-orang yang beriman,
bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).”
(QS. At Tahrim: 8)
Dijelaskan oleh Ibnu Katsir rahimahullah
bahwa makna taubat yang tulus (taubatan nashuhah) sebagaimana kata para
ulama adalah,
“Menghindari dosa untuk saat ini.
Menyesali dosa yang telah lalu. Bertekad tidak melakukannya lagi di masa akan
datang. Lalu jika dosa tersebut berkaitan dengan hak sesama manusia, maka ia
harus menyelesaikannya/ mengembalikannya.”[4]
Penuhilah Syarat
Diterimanya Taubat
Berdasarkan penjelasan Ibnu Katsir
di atas, syarat taubat yang mesti dipenuhi oleh seseorang yang ingin bertaubat
dapat dirinci secara lebih lengkap sebagai berikut.
- Taubat dilakukan dengan ikhlas, bukan karena makhluk
atau untuk tujuan duniawi.
- Menyesali dosa yang telah dilakukan dahulu sehingga ia
pun tidak ingin mengulanginya kembali. Sebagaimana dikatakan oleh Malik
bin Dinar, “Menangisi dosa-dosa itu akan menghapuskan dosa-dosa
sebagaimana angin mengeringkan daun yang basah.”[5] ‘Umar, ‘Ali dan Ibnu Mas’ud mengatakan
bahwa taubat adalah dengan menyesal.[6]
- Tidak terus menerus dalam berbuat dosa saat ini.
Maksudnya, apabila ia melakukan keharaman, maka ia segera tinggalkan dan
apabila ia meninggalkan suatu yang wajib, maka ia kembali menunaikannya.
Dan jika berkaitan dengan hak manusia, maka ia segera menunaikannya atau
meminta maaf.
- Bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut di masa
akan datang karena jika seseorang masih bertekad untuk mengulanginya maka
itu pertanda bahwa ia tidak benci pada maksiat. Hal ini sebagaimana
tafsiran sebagian ulama yang menafsirkan taubat adalah bertekad untuk
tidak mengulanginya lagi.[7]
- Taubat dilakukan pada waktu diterimanya taubat yaitu
sebelum datang ajal atau sebelum matahari terbit dari arah barat. Jika
dilakukan setelah itu, maka taubat tersebut tidak lagi diterima.[8]
Bacalah Do’a Ampunan
Versi Abu Bakr
Do’a yang bisa diamalkan adalah do’a
meminta ampunan yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
pada Abu Bakr Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu.
Dari Abu Bakr Ash Shiddiq, beliau
berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
عَلِّمْنِى دُعَاءً أَدْعُو بِهِ فِى
صَلاَتِى . قَالَ « قُلِ :اللَّهُمَّ إِنِّى ظَلَمْتُ نَفْسِى ظُلْمًا
كَثِيرًا وَلاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ ، فَاغْفِرْ لِى مَغْفِرَةً
مِنْ عِنْدِكَ ، وَارْحَمْنِى إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ »
“Ajarkanlah aku suatu do'a yang
bisa aku panjatkan saat shalat!" Maka Beliau pun berkata, "Bacalah:
'ALLAHUMMA INNII ZHOLAMTU NAFSII ZHULMAN KATSIIRAN WA LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA
ILLAA ANTA FAGHFIRLII MAGHFIRATAN MIN 'INDIKA WARHAMNII INNAKA ANTAL GHAFUURUR
RAHIIM (Ya Allah, sungguh aku telah menzhalimi diriku sendiri dengan kezhaliman
yang banyak, sedangkan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali
Engkau. Maka itu ampunilah aku dengan suatu pengampunan dari sisi-Mu, dan
rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) '."
(HR. Bukhari no. 834 dan Muslim no. 2705)
Lakukan Shalat Taubat
Shalat taubat adalah shalat yang
dianjurkan berdasarkan kesepakatan empat madzhab[9]. Hal ini berdasarkan hadits,
« مَا مِنْ عَبْدٍ
يُذْنِبُ ذَنْبًا فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ
ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللَّهَ إِلاَّ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ ». ثُمَّ قَرَأَ هَذِهِ
الآيَةَ (وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ
ذَكَرُوا اللَّهَ) إِلَى آخِرِ الآيَةِ
“Tidaklah seorang hamba melakukan
dosa kemudian ia bersuci dengan baik, kemudian berdiri untuk melakukan shalat
dua raka'at kemudian meminta ampun kepada Allah, kecuali Allah akan
mengampuninya." Kemudian beliau membaca ayat ini: "Dan (juga)
orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri
sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka
dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka
tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.[10]" (HR. Tirmidzi no. 406, Abu Daud no.
1521, Ibnu Majah no. 1395. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)[11]. Meskipun sebagian ulama mendhoifkan hadits
ini, namun kandungan ayat sudah mendukung disyariatkannya shalat taubat.[12]
Shalat taubat ini bisa cukup dengan dua
raka’at dan cukup niat dalam hati, tanpa perlu melafazhkan niat tertentu.
Jauhilah Lingkungan
Yang Buruk Demi Memperkuat Taubat
An Nawawi mengatakan, ”Hendaklah
orang yang bertaubat mengganti temannya dengan teman-teman yang baik, sholih,
berilmu, ahli ibadah, waro'dan orang-orang yang meneladani mereka-mereka tadi.
Hendaklah ia mengambil manfaat ketika bersahabat dengan mereka.”[13]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga mengajarkan kepada kita agar bersahabat dengan orang yang dapat
memberikan kebaikan dan sering menasehati kita.
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ
وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ
يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ،
وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا
خَبِيثَةً
“Seseorang yang duduk (berteman)
dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan
pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk
olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman
dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus
terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari no.
2101, dari Abu Musa)
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan,
“Hadits ini menunjukkan larangan berteman dengan orang-orang yang dapat merusak
agama maupun dunia kita. Dan hadits ini juga menunjukkan dorongan agar bergaul
dengan orang-orang yang dapat memberikan manfaat dalam agama dan dunia.”[14]
Semoga Allah menerima setiap taubat
kita dan mengampuni setiap dosa yang kita sesali. Hanya Allah yang beri taufik.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi
tatimmush sholihaat.
Artikel www.remajaislam.com,
dipublish ulang oleh www.rumaysho.com
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Diselesaikan di Panggang-GK, 3 Rajab
1431 H (15/06/2010)
[1] Tafsir Al Qur'an Al 'Azhim, Ibnu Katsir,
12/138-139, Muassasah Qurthubah
[2] Tafsir Al Qur'an Al 'Azhim, 12/140
[3] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 17/75
[4] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14/61.
[5] Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al
Hambali, hal. 203, Darul Muayyid, cetakan pertama, 1424 H.
[6] Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 206.
[7] Idem.
[8] Kami sarikan syarat taubat ini dari
penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dalam Syarh Riyadhus
Sholihin.
[9] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik,
1/ 431, Al Maktabah At Taufiqiyah dan Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah,
2/9662, Asy Syamilah.
[10] QS. Ali Imron: 135.
[11] Hadits ini didho’ifkan oleh sebagian ulama.
Namun sebagian ulama menshahihkannya.
[12] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/ 431.
[13] Idem
[14] Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 4/324,
Darul Ma’rifah, Beirut, 1379
0 komentar:
Posting Komentar